Desember 06, 2012

GELD. GELD. GELD!


Baru-baru ini, bukan hanya Garut tetapi seantero Indonesia diributkan oleh kabar dari Bapak Entah-Siapa-Namanya -saya rasa itu bukan sesuatu yang penting, terkait skandalnya selaku Bupati Kabupaten Garut bersama seorang remaja putri.
Ya, lagi-lagi kasusnya klise.
Kekerasan dalam rumah tangga. Pelecehan hak asasi perempuan. Apa lagi?
Pelecehan pernikahan.
Setelah melayangkan gugatan lewat jalur hukum, kini keluarga dari pihak wanita merasa bisa memaafkan perbuatan tak bermoral Bupati.
Hal pertama yang muncul di benak saya adalah:
Atas dasar apa bisa memaafkan setelah semua pelik yang terjadi?
Bahkan sudah sampai membawa pengacara.
Dan seperti yang sudah biasa terjadi pula. Ternyata hanya soal uang.
Rasanya aku ingin tertawa sampai mati.
Apa ngga malu ya keluarganya? Aib sudah dibawa-bawa sampai nasional begitu dan terselesaikan dengan kucuran kertas yang dicetak berwarna disertai nominal.
Aku sudah terbahak nih. Mungkin sebentar lagi akan tersedak dan menangis, as usual. Itu memang kebiasaan.
Tapi untuk sekarang, aku tidak yakin tangisku ini karena sedih atau karena hal itu terlalu lucu.

Sebenarnya untuk apa uang?
Yah, harus kuakui, tidak punya uang itu tidak bagus. Susah melakukan aktivitas. Bahkan untuk tidur(pekerjaan paling kusuka sekaligus termudah yang pernah kutemui seumur hidup)pun susah! Aku pernah mengalaminya dan itu amat menyiksa.

Ia juga bisa membuat menusia terpaksa merusak lingkungan. Aku tadi baru saja menonton film di kelas Pak Dimas Haryo Pradana tentang konservasi hutan dan ya, mereka itu .. orang-orang yang akalnya pendek melakukan illegal logging hanya demi uang. Untuk kehidupan mereka di dunia yang sebentar lagi juga akan kiamat.
Seandainya aku jadi mereka, hidup di pedalaman terpencil di dataran Afrika sana, aku akan memilih untuk bertahan sambil mendekatkan diri dengan Tuhan. Berpikir tentang alam dan penciptaan hingga akhirnya mati kelaparan saja. Sungguh. Untuk apa memperjuangkan kehidupan yang kau tak tahu akan bermanfaat bagi orang banyak atau tidak?

Tapi, aku bukan tipikal manusia yang memuja uang. Berkat didikan malam-malam panjang bersama cerita Qarun Si Manusia Tamak aku bisa bertahan tanpa uang. Meskipun cuma beberapa hari.
Toh, matipun kau hanya bawa kulit, tulang, dan daging, Kawan.
Itupun akan hancur seiring gulir waktu kehidupan.


........

....

..

Oh, hentikan.


Aku jadi berpikir ulang. Bisa jadi aku juga akan berbuat begitu jika berada di posisi mereka. Baiklah, kurasa yang bisa kulakukan saat ini hanyalah bersyukur dan berdo'a. Sudahi umpatan dan ejekanmu itu, Kasih. Kau belum tentu lebih baik dari mereka.
Jadi,
terima kasih, ya Allah, untuk telah mencukupkan keluargaku dan keluarga-keluarga yang lain di seluruh dunia dengan rizkiMu.
Terima kasih, ya Allah, untuk telah melindungi kami dari perbuatan-perbuatan buruk yang merusak selama kami memulai perjalanan kami di duniaMu.
Terima kasih, ya Allah, untuk telah menjauhkan kami dari pundi-pundi tak halal yang bisa membuat kami berada jauh dariMu.
Terima kasih, ya Allah, untuk setiap tetes hujan dan segala anugerah serta rizki yang Engkau curahkan melalui sayap-sayap MikailMu.
Semoga Engkau tetap berkenan merahmati kami, mengasihani dan menyayangi kami sebagai makhlukMu.


Wahai Zat Yang Maha Pemberi, ingatkanlah kami untuk tetap mencintaiMu lebih dari apapun termasuk pundi-pundi berharga itu,
bisikku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar