Desember 25, 2011

The Prestige Grade Point Average

Akhir-akhir ini galau.
Bukan tentang cowok, no way.
It's all about Indeks Prestasi Sementara.
Oh God, I just can send you my pray.

Dear God,
as You see, I have given all my best to pass my first term in University of Indonesia
as You see, I do honest in my exam, I don't do any cheat, I don't ask any one in answering the question.
as You hear, I just want to be the best, to make my parents proud of me.
To pay their effort in giving me education.

What Can Make People So Into You?

Aku punya pertanyaan. Tentang mereka, dan tentu saja aku.


Pertemuan pertama dengannya adalah di kelas Learning Skill di FE. Kami sering sekelompok selama empat hari dan aku tidak tahu sikapku yang mana yang membuatnya meneleponku pagi-pagi hanya untuk menanyakan alamat kost ku. Saat itu, aku bahkan belum sepenuhnya keluar dari mimpi. Aku mengangkat teleponnya sambil terpejam dan kaget begitu mendengar suara cowok di seberang.
Oke, ini aneh. Tidak lama kemudian, dia mengirimiku sms dan bilang bahwa dia ingin mengunjungiku hanya untuk membicarakan sesuatu. Setengah malas ku balas: Bukankah bisa lewat telpon atau sms?
Dia ternyata lebih aneh lagi saat aku semakin mengenalnya. Dia belum pernah jatuh cinta dan aku jadi orang pertama buatnya hanya dalam waktu empat hari. Cewek pertama yang dia sayang selain Mama nya.
Ini memicu sel otakku untuk bertanya: Memangnya apa yang spesial dariku?
Karena dari micro expression lo, gue bisa yakin kalo lo jujur dan gue bisa mempercayai lo. Satu-satunya orang di luar keluarga yang bisa gue percaya hanya dengan melihat cara lo berbicara.


Saat SMA, bisa dibilang aku bukan anak yang populer. Aku termasuk anak yang semaunya. Lebih banyak diam, suka menangis di belakang kelas dan ketika ada yang bertanya kenapa aku hanya akan mengibaskan tangan dan menggeleng. Ada satu orang yang meskipun aku tidak pernah mengatakannya secara jelas, aku menyayanginya. Dia hampir selalu menjadi orang pertama yang menanyakan mengapa aku sedih dan menjadi satu-satunya orang tempat aku lepas bercerita. Aku tahu dia selalu memperhatikan aku dengan caranya sendiri. Cara yang sering aku abaikan.
Aku sendiri bingung tentang hubungan kami. Tapi aku menganggapnya sebagai kakak dan yang terpenting aku nyaman dengan itu.
Sebenarnya, dia tidak harus mengaku pun aku sudah bisa membaca sorot matanya. Dia menyayangiku.
Dan ini juga memicu sel otakku untuk bertanya: Memangnya apa yang spesial dariku?
Karena lo punya daya tarik tersendiri, gue sendiri ngga tau itu apa.

Daya tarik yang membuat berbeda. Tersirat dari sikap yang apa adanya.
Mungkin itu jawabannya.

Maret 03, 2011

Serah

Ketika rasa di awang-awang
Dalam penantian,
menunggu di ambang
Nyaris hilang,
jatuh melayang
di titik akhir yang gersang

Ketika waktu melambat
Dan arah kian sesat,
hati yang lepas tambat,
langkah melambat,
tak lagi tepat,
tak lagi melesat,
menyimpan penat

Februari 25, 2011

Tentang Mereka, Tentang Hidupku (Part 1 - Umi)

Di senja malam ini, di antara pekik elang, izinkan aku menuang rasa.


UMI

Siapakah yang ada di sampingku ketika aku pertama kali merangkak dan berjalan?
Siapakah yang rela terjaga dan bermalam di tepi pembaringan rumah sakit kala aku terbaring kaku tanpa kepastian?
Dan siapa yang begitu banyak mengeluarkan air mata untuk hidup dan matiku?
Darinya, aku melihat banyak hal. Tentang nilai moral dan arti kehidupan. Darinya aku membaca dunia dan melihat kehidupan.
Satu kata yang dapat melukis tentangnya: Dia sederhana. Dunia tak membuatnya silau.
Dulu, ketika baru menikah dengan Abi, Umi rela tinggal dikontrakan yang lebih mirip untuk disebut gubuk. Dinding rumah mereka terbuat dari setengah anyaman bambu-setengah tembok. Mereka tidur di bawah atap yang bagian tengahnya menganga dan menyisakan celah sempit. Tempat bintang mengintip mereka dengan sinarnya. Sekaligus juga tempat derai hujan jatuh dan menggenang.
Dan dia dengan sabar setia di sisi Abi. Di saat wanita lain menginginkan harta, merongrong suami mereka.
Umiku ikhlas menerima keadaan, semiskin apapun Abi saat itu.

When I failed again

Waktu terus berlalu
Tak peduli aku
Tertatih menunggu
Menyusuri sudut pilu
Aku hilang asa
Tak lagi mengarah
Cinta dan benci bercampur luka
Tak berbeda keduanya
Aku di sini, mesiu.
Koyakkan aku, pintaku
Agar tak lagi
Ku rasa payah ini
Aku di sini,
mengubur mimpi
Menanam benci,
terpendam dan pelik
Kini 'kan terurai,
tumbuh kian besar