Februari 14, 2013

Dear You,


14 Oktober 2012

Akhirnya bertemu lagi di ruang dan waktu yang damai.

Dua hari yang lalu aku sangat antusias mengikuti rangkaian perjalanan ke Pulau Pari tempat kami melakukan pengamatan lapangan. Sejak awal, aku agak khawatir dengan kesehatanku dan nyatanya dugaanku benar. Aku sakit selama kami menginap di Unit Penelitian Terpadu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Masuk angin dan pre-menstruation syndrome.
Entahlah, dan kupikir ini ada hubungannya juga dengan ruangan yang full-AC.

Awal yang baik. Setidaknya aku menikmati perjalananku menuju pulau. Bermain menyapa angin yang berhembus. Lembut menyapu kulitku. Ah alangkah indah menikmati gemercik buih lautan di bawah langit biru yang terlukis sempurna. Biru, biru, dan biru.

Karena aku sakit tepat saat fajar mulai menembus cakrawala, aku jadi tidak berkesempatan untuk mengamati burung-burung laut yang tangguh. Aku tidak begitu jago di bidang ornitologi, tetapi setidaknya aku ingin belajar meskipun belum diberi kesempatan yang tepat. Dan, oh hampir saja aku juga tidak ikut pengamatan biota laut ke tubir.

Aku berhasil lihat bulu babi berjenis Diadema setosum, Nudibranchia, kerang-kerangan termasuk Anadara squamosa, Cypraea tigris, Pinna bicolor, Strombus urceus, dan Lambis lambis. Masih banyak lagi. Intinya, aku terpesona dengan kehidupan laut. Ingin rasanya mengeksplor lebih dalam, tapi sayangnya aku sama sekali tidak bisa renang. Dan lagi, aku sakit di tengah jalan.

Meskipun pengetahuanku tentang kehidupan laut hanya bertambah tidak lebih dari sepuluh persen, di sini aku mendapat pengetahuan lebih tentang bagaimana energi tidak dapat dimusnahkan tetapi dapat dikonversikan dan berpindah. Seperti halnya organism heterotrof lainnya, manusia mendapatkan energi dari organism autotrof seperti tumbuhan maupun makroalga hijau. Energi tersebut kemudian disimpan atau diolah menjadi energi berbentuk ATP yang digunakan untuk beraktivitas. Dan tanpa sadar, kita juga mengeluarkannya dalam bentuk aura yang bisa divisualisasikan dengan warna. Masing-masing warna aura menunjukkan karakter dan potensi individu yang berlainan. Dua orang temanku memiliki warna aura indigo dan ungu yang katanya merupakan warna aura yang paling spesial dan menunjukkan bakat yang berbeda dari kebanyakan orang. Diantaranya adalah kemampuan sixth sense sehingga mereka bisa melihat aura, masa depan, makhluk astral, sekaligus transfer energi antar individu.

Dan katanya, aku ini kuning dan hijau. Warna auraku untungnya normal. Tidak berselimut putih yang katanya menunjukkan sakit fisik yang luar biasa berat ataupun hitam yang menunjukkan harga diri paling rendah. Meskipun auraku agak sulit terbaca, tapi yaah kedua temanku ini dengan kompak mengatakan bahwa aku ini berkarakter dominan. Tidak cocok dengan orang yang sama-sama keras meskipun pada kenyataannya aku lebih menghargai dan nyaman untuk berada di samping orang yang lebih kuat dan dominan dariku sehingga bisa meredam kekuatan karakterku.

Lo itu ngga butuh orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Prinsip dan pendirian lo ngga mudah untuk dipatahkan dan itu tercermin dari pandangan lo yang dalam, tanda lo selalu berpikir. Lo itu bahkan ngga butuh orang lain untuk menyemangati lo karena lo selalu berhasil memberikan asupan energi untuk diri lo sendiri.


Oke, itu sembilan puluh lima persen benar. Aku ini bukan tipe orang yang menggantungkan diri terhadap orang lain, terdidik untuk mandiri bahkan sejak umur satu tahun. Di saat anak-anak lain masih dengan nyaman berada di pelukan ibunda saat tidur, aku sudah punya kamar sendiri dan setiap malam aku dibiarkan tidur tanpa ditemani.
Lima persen salah.

Send to: AA. Umi Maidah Nursalmiyah
Umi, orang-orang bilang aku kuat dan mandiri. Orang bilang aku ngga butuh orang lain untuk berdiri tegak. Tapi aku ingin ada orang yang bisa meluk aku pas aku susah. Apa ngga akan ada, Mi, orang yang bisa mengayomi dan menyokongku di kala lunglai selain Allah dan Umi-Abi? Apa Umi pernah merasa begitu bahwa sepertinya sekitar tak acuh terhadap kita padahal kita peduli mereka?


Aku sebenarnya membutuhkan paling tidak seseorang selain Allah, dan Umi-Abi untuk aku bersandar meminta pengayoman. Dan yang kuharapkan adalah suamiku.

From: AA. Umi Maidah Nursalmiyah
Umi pernah begitu juga, tidak ada yang peduli dan tidak mengerti kita, menuntut kita. Tapi kalau kita berharap sama mereka, yang ada kita akan sakit hati dan akan makin kecewa. Jadi, husnudzan lah bahwa Allah sedang mengajarkan kita keikhlasan yang tinggi agar kita hanya berharap dan bergantung padaNya. Ketika kita bisa bebas tidak bergantung pada selainNya, maka Allah akan perlihatkan kebaikan-kebaikan yang tidak kita duga. Sabar dan tetap semangat. Jadilah orang yang baik bukan karena manusia, tetapi karena Allah.


Dan akhirnya, kegalauan ditutup dengan mata bengkak dan kulit yang kusam terbakar matahari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar