Februari 14, 2013

Dear Diary,



18 September 2012

Aku baru marampungkan halaman dua ratus tujuh puluh tiga Dunia Sophie. Satu-satunya hal yang menurutku amat sangat disayangkan adalah buku ini tidak menjelaskan filsafat dari sudut pandang Islam. Kupikir itu akan menjadi kajian yang bagus untuk dikupas secara mendalam. Meskipun begitu, sejauh ini aku berhasil menempel ulang serpihan-serpihan sejarah dalam otakku.

Aku baru tahu, Aristoteles itu muridnya Plato, sementara Plato sendiri muridnya Socrates. Ketiganya termasyhur dalam sejarah. Dari presiden hingga anak sekolah dasar paling tidak pernah mendengar nama mereka satu kali. Mereka menjalani proses belajar dan mengajar yang secara Islam terkandung dalam konsep generasi rabbani. Terkadang pemahaman mereka saling bertentangan, satu merupakan anti-tesis bagi yang lain. Sedang sintesisnya, kita sebagai pembaca yang harus merumuskan sendiri.

Aku merindukan pembelajaran yang seperti itu. Sejatinya, saat kita mengajar sebenarnya kita sedang belajar. Lebih dalam lagi, seperti cacing yang menggali tanah di musim kering.

Hari ini, pelajaran yang kudapat banyak. Sebelum ke bagian utamanya, I’d like to thank Allah, The Merciful Lord of living things who gives me the strength to think and erudites me in many way I can’t imagine.

Dosen biologi evolusiku yang sejak dulu kala dikenal super sibuk hari ini berkesempatan masuk kelas. Banyak senior bilang bahwa ia merupakan sosok yang amat sangat liberalis, tapi pada kenyataannya di kacamataku, ia adalah seseorang yang logis.

Hal yang kugarisbawahi selama perkuliahan berlangsung adalah bahwa seleksi alam merupakan proses seleksi makhluk hidup berdasarkan kemampuan bertahan hidup yang diakibatkan karena adanya mekanisme kompetisi antar organisme, salah satu contohnya adalah predasi. Mekanisme predasi melibatkan dua komponen yaitu predator atau pemangsa dan mangsa itu sendiri. Dalam konteks global, predasi merupakan bagian dari jaring-jaring makanan yang ada di suatu ekosistem. Lalu bagaimana seleksi alam bisa terjadi?

Sebelum dapat memahami konsep seleksi alam, ada satu hal yang perlu diluruskan. Adalah salah bahwa seleksi alam merujuk pada proses seleksi kesempurnaan. Kemampuan yang lebih untuk bertahan hidup sering kali disalahartikan sebagai kemampuan yang sempurna. Sementara dalam konsep seleksi alam, kesempurnaan untuk bertahan hidup lebih kuat merupakan suatu hal yang relatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi relativitas ini bermacam-macam, bisa bentuk predasi, perubahan lingkungan, maupun intervensi manusia atau domestikasi.

Bayangkan saja, saat revolusi industri di Inggris, kupu-kupu Biston betularia yang putih mengalami penurunan jumlah populasi yang signifikan dibanding dengan kupu-kupu Biston betularia yang berwarna hitam. Lalu apakah di sini berarti bahwa kupu-kupu Biston betularia warna hitam memiliki kemampuan bertahan yang lebih secara genetik? Tidak, Biston betularia hitam secara kebetulan memiliki warna yang sama dengan asap hitam yang dihasilkan pabrik-pabrik sehingga bersifat kasat mata, sementara yang putih harus rela terlihat mencolok sehingga mudah diburu sang predator. Jelas terlihat bahwa proses seleksi yang terjadi pada keduanya bukan didasarkan pada sifat genetis kuat atau lemah. Bukan pada sifat bagus dan jelek, tetapi relatif berdasarkan faktor-faktor agen seleksi.

Just can’t stop it, it isn’t enough to explain evolution briefly. And my brain is screaming loud, hungry to be fed by another logical explaination as its nutrition.
But, for today, it’s over. Thank you.

Radhiitu billahi rabbaa wa bil islaami diina wa bi Muhammadi rassuula, Rabbi shahrii shadrii wa yassirlii amrii ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar