Juni 24, 2013

Iya kamu, kamu itu pengecut.


Maaf ya, aku harus bilang.
Kalau kamu ..


Iya kamu, kamu itu pengecut.

Bisa berbicara di dunia maya. Tapi ketika diajak berbicara, malah diam seribu basa. Bilang padaku, "Sudahlah, tidak usah dibahas lagi."
Kamu terlalu rapuh atau memang semunafik itu?
Atau mungkin sudah jenuh dengan pembelaanku. Memangnya siapa yang mau membela diri.
Kau suruh aku diam, katamu, "Aku terlalu lelah untuk mengurai dan menjelaskan lagi."
Aku toh memang diam sejak awal. Harusnya kau yang perlu diam.

Pikiranku sudah carut-marut suasananya,
Hei, siapa pula yang mengusik kami? Kami sudah mulai bersantai dan berdamai dengan keadaan.
Tiba-tiba kau meledakkan lagi granat di perbatasan, tempat sekat-sekat itu ada dan memisahkan kita di dua dunia yang semakin jauh jauh jaraknya.
Lalu api-api mesiu itu membangunkanku. Seenaknya kau mengusik kami, suara-suara bergaung di bawah kerasnya tempurung. Seenaknya menggores luka (lagi), kemudian menyuruh kami menangis hening syahdu.

Diam? Kau saja yang diam, jika kau hanya sibuk berceloteh di belakang.



Aku yakin kau sudah tahu,
aku khan sudah bilang. Di pesan singkat pukul sembilan malam itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar