“Saat itu rintik turun. Dan hangat menyelimuti kita.
Dari kepulan asap mangkukmu dan mangkukku.
Yang memecah hening adalah hanya mereka,
Tetesan hujan.
Dan hisapan kuah bakso yang menari menggoda.
Dan kamu,
Yang bertanya: Sudah siapkah engkau? Jika ada seseorang yang mengetuk pintu?
Aku mendongak dari santapanku dan tertegun: Apa?”
Aku mungkin tidak akan pernah percaya akan ada orang yang akan menikahiku tanpa sebelumnya pernah bertemu atau berinteraksi lebih dulu. Meski Ummi dan Abi adalah salah satu bukti nyatanya, aku mungkin tidak akan pernah percaya.
It might happen to them, but might not to me.
Tidak. Sampai Allah menegurku lewat kejadian malam itu. Ketika rintik memainkan melodinya.
Dan aku justru jatuh hati pada caranya. Yang benar-benar menjaga. Hatiku dan hatinya.
Dan aku justru jatuh hati pada orang yang aku tidak ketahui sosoknya. Tetapi ia menggetarkan hatiku lewat cara santunnya.
Dan aku justru jatuh hati pada orang yang aku tidak ketahui namanya. Namun ia begitu mengesankan. Dari caranya memperlakukan rasa suka.
Bukan ia yang ditundukkan. Tetapi ia yang menundukkan suka.
Hingga suka justru malu padanya.
Seperti Nabi yang pemalu. Lebih malu dari gadis pingitan.
Seperti itulah kesanku terhadapnya.
Dan aku suka. Suka pribadinya. Tanpa tahu sosoknya.
"I don't know you
But I want you
All the more for that
Words fall through me
And always fool me
And I can't react
And games that never amount
To more than they're meant
Will play themselves out
Take this sinking boat and point it home
We've still got time
Raise your hopeful voice you have a choice
You've made it now
Falling slowly, eyes that know me
And I can't go back
Moods that take me and erase me
And I'm painted black
You have suffered enough
And warred with yourself
It's time that you won." - Falling Slowly, Glen Hansard and Marketa Irglova
.. dan rintik malam itu seolah tertawa melihatku. Begitulah Allah mengajarkan untuk jatuh dengan perlahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar